Definisi
Rheumatoid Arthritis merupakan penyakit autoimun yang memerlukan pengobatan dan control jangka panjang. Penyakit ini ditandai dengan keterlibatan sendi yang simetris. Penyakit ini merupakan kelainan auto imun yang menyebabkan inflamasi sendi yang berlangsung kronik dan mengenai lebih dari lima sendi.
Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit autoimun progresif dengan inflamasi kronik yang menyerang system musculoskeletal namun dapat melibatkan organ dan system tubuh secara keseluruhan, yang ditandai dengan pembengkakan, nyeri sendi serta destruksi jaringan synovial yang disertai gangguan pergerakan diikuti dengan kematian premature.
Tanda dan gejala
1. Nyeri persendian
2. Bengkak
3. Kekakuan pada sendi terutama setelah bangun tidur pada pagi hari
4. Terbatas pergerakan
5. Sendi-sendi terasa panas
6. Demam
7. Anemi
8. Berat badan menurun
9. Kekuatan berkurang
10 . Tampak warna kemerahan disekitar sendi
11 . Perubahan ukuran pada sendi dari ukuran normal
Manifestasi klinis
RA pada umumnya sering di tangan, sendi siku, kaki, pergelangan kaki dan lutut. Nyeri dan bengkak pada sendi dapat berlangsung dalam waktu terus-menerus dan semakin lama gejala keluhannya akan semakin berat. Keadaan tertentu, gejala hanya berlangsung selama beberapa hari dan kemudian sembuh dengan melakukan pengobatan. Rasa nyeri pada persendian berupa pembengkakan, panas, eritema dan gangguan fungsi merupakan gambaran klinis yang klasik untuk rheumatoid arthritis. Persendian dapat teraba hangat, bengkak, kaku pada pagi hari berlangsung selama lebih dari 30 menit.
Pola karakteristik dari persendian yang terkena adalah : mulai pada persendian kecil di tangan, pergelangan, dan kaki. Secara progresif mengenai persendian, lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan temporomandibular.
Adapun tanda dan gejala yang umum ditemukan atau sangat serius terjadi pada lanjut usia yaitu: sendi terasa kaku pada pagi hari dan kekakuan pada daerah lutut, bahu, siku, pergelangan tangan dan kaki, juga pada jari-jari, mulai terlihat bengkak setelah beberapa bulan, bila diraba akan terasa hangat, terjadi kemerahan dan terasa sakit/nyeri, bila sudah tidak tertahan dapat menyebabkan demam dan terjadi berulang dapat terjadi berulang.
Patofisiologi
Rheumatoid arthritis akibat reaksi autoimun dalam jaringan sinovial yang melibatkan proses fagositosis. Dalam prosesnya, dihasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut selanjutnya akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya terjadi pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan merasakan nyeri akibat serabut otot mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya kemampuan elastisitas pada otot dan kekuatan kontraksi otot
Terapi Farmakologi
Tujuan dari pengobatan rheumatoid arthritis tidak hanya mengontrol gejalapenyakit, tetapi juga penekanan aktivitas penyakit untuk mencegahkerusakan permanen. Pemberian terapi rheumatoid arthritis dilakukan untuk mengurangi nyeri sendi dan bengkak, serta meringankan kekakuan dan mencegah kerusakan sendi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien meringankan gejala tetapi juga memperlambat kemajuan penyakit.
Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)
Obat NSAID berfungsi untuk mengurangi peradangan dan meredakan nyeri pada persendian akibat rheumatoid arthritis. Obat NSAID terutama bekerja dengan menghambat enzim siklooxygenase sehingga menekan sintesis prostaglandin. Contoh obat NSAID rematik generik yaitu ibuprofen dan naproxen. Obat NSAID bekerja dengan cara :
1. Memungkinkan stabilitas membrane lisosomal
2. Menghambat pembebasan dan akitivitas mediator inflamasi (histamine, serotonin, enzim lisosomal dan enzim lainnya)
3. Menghambat migrasi sel ke tempat peradangan
4. Menghambat proliferasi seluler
5. Menetralisasi radikal oksigen
6. Menekan rasa nyeri
Ibuprofen
Farmakokinetik
Ibuprofen diabsorpsi dengan cepat melalui saluran pencernaan dengan bioavailabilitas lebih besar dari 80%. Puncak konsentrasi plasma dapat dicapai setelah 1-2 jam. Ibuprofen menunjukkan pengikatan (99%) yang menyeluruh dengan protein plasma (Anderson, 2002). Pada manusia sehat volume distribusi relatif rendah yaitu (0,15 ± 0,02 L/kg). Waktu paruh plasma berkisar antara 2 - 4 jam. Kira-kira 90% dari dosis yang diabsorpsi akan dieksresi melalui urin sebagai metabolit atau konyugatnya. Metabolit utama merupakan hasil hidroksilasi dan karboksilasi.
Farmakodinamik
Mekanisme kerja ibuprofen melalui inhibisi sintesa prostaglandin dan menghambat siklooksigenase-I (COX I) dan siklooksigenase-II (COX II). Namun tidak seperti aspirin hambatan yang diakibatkan olehnya bersifat reversibel. Dalam pengobatan dengan ibuprofen, terjadi penurunan pelepasan mediator dari granulosit, basofil dan sel mast, terjadi penurunan kepekaan terhadap bradikinin dan histamin, mempengaruhi produksi limfokin dan limfosit T, melawan vasodilatasi dan menghambat agregasi platelet.
Indikasi dan dosis terapi
Ibuprofen dapat digunakan untuk mengurangi nyeri yang ringan hingga sedang, khususnya nyeri oleh karena inflamasi seperti yang terdapat pada arthritis dan gout. Untuk mengurangi nyeri ringan hingga sedang dosis dewasa penggunaan ibuprofen per oral adalah 200-400 mg, untuk nyeri haid 400 mg per oral kalau perlu. Untuk arthritis rheumatoid 400-800 mg. Untuk demam pada anak-anak 5 mg/kg berat badan, untuk nyeri pada anak-anak 10 mg/ kg berat badan, untuk arthritis juvenil 30-40 mg/ kg berat badan/hari.
Naproxen
Naproxen adalah obat untuk mengurangi nyeri, bengkak, dan kemerahan akibat peradangan yang disebabkan oleh sejumlah kondisi, seperti penyakit asam urat, rheumatoid arthritis, juvenile arthritis, atau ankylosing spondylitis.
Mekanisme aksi
Naproxen bekerja dengan reversibel menghambat kedua COX-1 dan COX-2 enzim sebagai non-selektif coxib . Hal ini menyebabkan penghambatan sintesis prostaglandin . Prostaglandin bertindak sebagai molekul pemberi sinyal di dalam tubuh, menyebabkan peradangan. Jadi, dengan menghambat COX-1/2, naproxen menginduksi efek anti-inflamasi.
Farmakokinetik
Naproxen adalah substrat minor dari CYP1A2 dan CYP2C9 . Ia dimetabolisme secara ekstensif di hati menjadi 6-O-desmethylnaproxen, dan baik obat induk maupun metabolit desmetil menjalani metabolisme lebih lanjut ke masing-masing metabolit terkonjugasi asilglukuronida. Sebuah analisis dari dua uji klinis menunjukkan bahwa waktu naproxen untuk konsentrasi plasma puncak terjadi antara 2-4 jam setelah pemberian oral, meskipun natrium naproxen mencapai konsentrasi plasma puncak dalam 1-2 jam
Kortikosteroid
Obat kortikosteroid, seperti prednison, mampu mengurangi peradangan, meredakan nyeri dan kekakuan, serta memperlambat kerusakan sendi.
Adapun pemakaian obat steroid jangka panjang bisa menimbulkan efek samping serius, seperti penipisan tulang (osteoporosis), penambahan berat badan, diabetes, mudah memar, otot yang melemah, serta penipisan kulit.
Prednison
Farmakodinamik
Prednisone mengurangi inflamasi dengan cara menginhibisi migrasi sel polimorfonuklear (PMN) dan mengurangi peningkatan permeabilitas kapiler. Prednisone mensupresi sistem imun dengan cara mengurangi aktifitas dan volume sistem limfe.
Prednisone di dalam darah akan berubah menjadi bentuk aktif, dan di dalam inti sel akan mengikatkan diri dan mengaktivasi reseptor-reseptor sitoplasmik nuklear spesifik dengan afinitas yang tinggi, sehingga mengakibatkan ekspresi genetik yang berubah dan menginhibisi produksi sitokin pro-inflamatori. Bentuk aktif tersebut menghasilkan inhibisi infiltrasi leukosit, mengintervensi fungsi mediator-mediator terhadap respon inflamatori, mensupresi respon imun humoral, serta mengurangi edema dan jaringan parut
Farmakokinetik
Farmakokinetik prednison mayoritas didistribusikan berikatan dengan protein.
Absorpsi
Absorpsi prednison sangat baik setelah konsumsi per oral. Konsentrasi puncak dalam plasma darah tercapai sekitar 1─3 jam pada sediaan immediate release, dan sekitar 6 jam pada sediaan delayed release. Bioavailabilitas obat per oral adalah 92%.
Distribusi
Distribusi prednison dalam ikatan dengan protein sebesar 65%─91%.
Metabolisme
Metabolisme terjadi di hati dengan cara hidroksilasi menjadi metabolit aktif, prednisolon.
Eliminasi
Prednison diekskresikan ke dalam urin. Waktu paruh biologis setelah konsumsi per oral adalah sekitar 3-4 jam. Pada anak-anak waktu tersebut lebih pendek, yaitu sekitar 1-2 jam.
Disease-modifying antirheumatic drugs (DMARD)
Obat DMARD dapat memperlambat perkembangan penyakit rematik dan membantu menyelamatkan sendi dan jaringan lainnya dari kerusakan permanen. Jenis obat ini bekerja dengan memblokir efek dari zat kimia yang dilepaskan ketika sistem kekebalan menyerang sendi. Beberapa jenis DMARD yang lazim digunakan untuk pengobatan RA, yaitu :
· Klorokuin
Dosis anjuran klorokuin fosfat 250 mg/hari, hidrosiklorokuin 400 mg/hari. Efek samping bergantung pada dosis harian, berupa penurunan ketajaman penglihatan, dermatitis maculopapular, nausea, diare dan anemia hemolitik.
· Sulfasalazine
Untuk pengobatan Ra sulfasalazine dalam bentuk enteric coated tablet digunakan mulai dari dosis 1 x 500 mg/hari, untuk kemudian ditingkatkan 500 mg setiap minggu sampai mencapai dosis 4 x 500 mg. setelah remisi tercapai dengan dosis 2 g/hari, dosis diturunkan kembali sehingga mencapai 1 g/hari untuk digunakan dalam jangka panjang sampai remisis sempurna terjadi.
· D-penicillamine
Dalam pengobatan RA, DP (Cuprimin 250 mg atau Trolovol 300 mg) digunakan dalam dosis 1 x 250 sampai 300 mg/hari kemudian dosis ditingkatkan setiap dua sampai 4 minggu sebesar 250 sampai 300 mg/hari untuk mencapai dosis total 4 x 250 sampai 300 mg/hari.
efek samping yang mungkin ditimbulkan meliputi kerusakan hati, gangguan pada sumsum tulang, dan infeksi paru-paru.
Methotrexate
Methotrexate atau metotreksat secara farmakologi merupakan obat penghambat enzim dihidrofolat reductase, yang berfungsi mengubah asam dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat. Pada akhirnya obat ini dapat mengganggu pertumbuhan sel ganas tanpa menyebabkan kerusakan permanen pada jaringan normal.
Farmakodinamik
Farmakodinamik methotrexate adalah menghambat enzim dihidrofolat reductase, dimana enzim ini berfungsi untuk merubah asam dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat yang digunakan sebagai pembawa gugus satu karbon sintesis nukleotida purin dan timidilat pada proses sintesis, perbaikan, dan replikasi sel DNA. Oleh karena itu, methotrexate memiliki efek antimetabolit yang sensitif pada sel-sel yang aktif berproliferasi, misalnya pada sel keganasan, sel sumsum tulang, sel janin, sel mukosa bukal dan usus, serta sel kandung kemih. Saat proliferasi sel keganasan dalam jaringan lebih besar daripada di jaringan normal, methotrexate dapat mengganggu pertumbuhan sel ganas tersebut tanpa menyebabkan kerusakan permanen pada jaringan normal.
Methotrexate juga memiliki aktivitas imunosupresan yang kuat meskipun mekanisme kerjanya tidak jelas. Diduga obat ini dapat mempengaruhi fungsi kekebalan tubuh. Berdasarkan hasil penelitian, reaksi invitro methotrexate menyebabkan pengambilan prekursor DNA terhambat karena distimulasi oleh sel mononuklear. Selain itu ditemukan pula gambaran sel yang mengalami koreksi parsial poliartritis dari hiporesponsivitas sel limpa dan penekanan produksi interleukin II. Karena efek imunosupresan ini, methotrexate dapat digunakan untuk mengobati gejala berat rheumatoid arthritis.
Pada psoriasis, tingkat produksi sel-sel epitel di kulit ditemukan sangat meningkat dari sel-sel epitel normal. Perbedaan dalam tingkat proliferasi ini adalah dasar penggunaan methotrexate untuk mengendalikan proses psoriatik.
Farmakokinetik
Methotrexate diabsorpsi tergantung pada dosis yang diberikan, secara umum diserap baik di saluran pencernaan dengan bioavailabilitas rata-rata sekitar 60%. Methotrexate dimetabolisme sebagian besar di hepar dan intraseluler, dan diekskresikan melalui ginjal.
Absorpsi
Pada orang dewasa, penyerapan methotrexate secara oral tergantung pada dosis. Level serum puncak dicapai dalam waktu 1-2 jam. Pemberian dosis 30 mg/m2 atau kurang, metotreksat secara umum diserap baik dengan bioavailabilitas rata-rata sekitar 60%. Penyerapan lebih sedikit secara signifikan pada pemberian dosis >80 mg/m2, hal ini mungkin karena efek saturasi.
Distribusi
Methotrexate setelah pemberian intravena, volume awal yang didistribusikan sekitar 0,18 L/kg (18% dari berat badan). Kemudian, volume tetap distribusi methotrexate adalah sekitar 0,4 hingga 0,8 L/kg (40-80% dari berat badan). Pada konsentrasi serum yang lebih besar dari 100 mikromolar, difusi pasif menjadi jalur utama untuk mencapai konsentrasi intraseluler yang efektif. Methotrexate dalam serum terikat pada protein sekitar 50%, dan dapat digeser oleh berbagai senyawa lain termasuk sulfonamida, salisilat, tetrasiklin, kloramfenikol, dan fenitoin. Metotreksat tidak menembus sawar darah serebrospinal dalam jumlah terapeutik ketika diberikan secara oral atau parenteral. Konsentrasi obat CSF yang tinggi dapat dicapai oleh pemberian secara intratekal.
Metabolisme
Metabolisme methotrexate terjadi di hepar dan intraseluler, diubah menjadi bentuk poliglutamat yang dapat dikonversi kembali menjadi metotreksat oleh enzim hidrolase. Methotrexate poliglutamat dalam jumlah kecil akan menetap di dalam jaringan pada waktu lama, dan berbeda di tiap jaringan. Hal Itu menyebabkan drug of action dan retensi obat bervariasi pada tiap sel, jaringan, dan jenis tumor. Metotreksat per oral sebagian dimetabolisme oleh flora usus.
Waktu paruh methotrexate adalah 3-10 jam pada pengobatan psoriasis, rheumatoid arthritis, atau antineoplastik dosis rendah <30 mg/m2. Sedangkan pada pemberian metotreksat dosis tinggi, waktu paruh dapat mencapai 8-15 jam.
Ekskresi
Ekskresi methotrexate terutama melalui ginjal. Pada pemberian intravena, 80-90% dari dosis obat tanpa metabolisme akan diekskresikan dalam waktu 24 jam. Sedangkan ekskresi melalui empedu hanya <10% dari dosis.
Sulfasalazine
Farmakodinamik
Sulfasalazine memiliki komponen aktif yang terdiri dari sulfapiridin dan 5-aminosalisilat yang diikat oleh ikatan-azo yang dipecah oleh bakteri di kolon. Efek utama sebagai antinflamasi dari 5-ASA yang menghambat sintesis leukotriene dan lipoxygenase. Selain itu,, komponen sulfapiridin memberikan efek antibakteri dengan menghambat p-aminobenzoic acid yang dibutuhkan kuman untuk membentuk asam folat dalam sintesis DNA.
Farmakokinetik
Absorbsi
Bioavaibilitas <15% dari bentuk parent drug; 60% sulfapiridin ; 10-30% 5-ASA
Distribusi
99% terikat albumin
Metabolisme
Sulfasazin diubah oleh bakteri kolon menjadi bentuk aktif komponen sulfapiridin dan mesalamin
Ekskresi
Urin dan feses
Efek samping
Reaksi toksik yang terjadi antara lain Heinz-body anemia, hemolysis akut pada penderita defisiensi G6PD dan agranulotosis. Mual, demam, altragia serta ruam kulit dapat terjadi pada 20% penderita dan desensitisasi dapat mengurangi angka kejadian
Biologic agents
Obat rematik ini dikenal juga sebagai obat pengubah respons biologis dan merupakan jenis DMARD baru (DMARD biologis). Jenis obat ini biasanya diberikan bersamaan dengan methotrexate atau obat DMARD lain, dan umumnya hanya digunakan bila DMARD saja belum efektif untuk mengobati rheumatoid arthritis.
DMARD biologis bekerja dengan menargetkan bagian dari sistem imun yang memicu peradangan pada sendi dan jaringan lainnya. Beberapa contoh obat DMARD biologis, yaitu abatacept, adalimumab, anakinra, certolizumab, etanercept, golimumab, infliximab, rituximab, tocilizumab, dan tofacitinib.
DAFTAR PUSTAKA
Arini,L dan T.Eltrikanawati. 2020. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Rheumathoid Arthritis. Pustaka Galeri Mandiri, Padang.
Chabib,L., z.Ikawati., R. Martien dan H. Ismail. 2016. Rheumatoid Arthritis : Terapi Farmakologi, Potensi Kurkumin dan Analognya, serta Pengembangan Sistem Nanopartikel. Jurnal Pharmascience. Vol 3(1) : 10-18.
Kee,L.J dan E.R. Hayes. 1996. Farmakologi : Pendekatan Proses Keperawatan. EGC , Jakarta.
Rusmini,H., A.Primadiamanti dan D.R.Oktavian. 2018. Gambaran Rasionalitas Terapi Awal Pasien Reumatoid Arthritis Di Poli Penyakit Dalam Dan Poli Bedah Tulang RSUD Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan. Vol 5(2) :89-98.
PERMASALAHAN !!!
1. Dari jurnal yang saya baca, disebutkan bahwa obat DMARDS bersifat slow acting yang memberikan efek setelah 1-6 bulan pengobatan, tapi obat agen biologic bisa memberikan efek yang lebih awal. Mengapa bisa demikian ?
2. Mengapa dalam pengobatan rheumatoid arthritis obat kortikosteroid harus diberikan dalam jangka waktu sesingkat mungkin ? dan mengapa harus dalam dosis yang rendah untuk bisa mencapai efek klinis ?
3. Pengobatan Rheumatoid
Artritis terbagi menjadi lima kategori yaitu, NSAID (Non Steroid Anti
Inflammatory Drugs), analgesik, glukokortikoid, Disease-Modifying Antirheumatic
Drugs (DMARD) non biologik, dan Disease-Modifying Antirheumatic Drugsbiologic. Dari
kelima kategori ini, mana obat yang paling diutamakan dalam pengobatan
rheumatoid, mana memberikan efek yang cepat ! jelaskan alasannya !
Bagus nian inieh 😱😱
BalasHapusWah,, sering sering ke sini yaa,, nantikan konten selanjutnya
HapusTerimakasih ilmunya
BalasHapusTerimakasih juga atas kunjungannya
HapusMantap sekali ditunggu part selanjutnya
BalasHapusMantap, ditunggu artikel selanjutnya..
BalasHapusSangat menambah wawasan
Terima kasih juga,, jangan bosan berkunjung ya
HapusDitunggu artikel berikutnya kakk
BalasHapusOkee, ditunggu juga kunjungan nya
HapusSangat bermanfaat, terima kasih ilmunya
BalasHapusTerimakasih atas kunjungannya
HapusTerimakasih banyak atas ilmunya, artikelnya sangat bermanfaat 🙏🏻
BalasHapusSangat bermanfaat. Terimakasih
BalasHapusArtikelnya sangat bermanfaat
BalasHapusTerimakasih ilmunya🙏
BalasHapusPenjelasannya sangat bagus ,semangat terus yaa
BalasHapusSemangat juga kak
HapusSangat bermanfaat kakak
BalasHapusTerima kasih kakak
HapusWah artikelnya sangat menarik dan bagus, ditunggu blog selanjutnya 😍
BalasHapusWah terima kasih atas kunjungannya
Hapus